
Nunukan - Anjloknya harganya rumput laut di Nunukan membuat puluhan pembudidaya rumput laut mengadu ke DPRD Nunukan, Senin (15/7). Aksi unjuk rasa mengatasnamakan Aliansi Pembudidaya Rumput Laut Nunukan dan Sebatik, menyampaikan sejumlah tuntutan.
Di antaranya, meminta pemerintah memperbaiki tata niaga rumput laut agar kembali normal. Kemudian, mendesak DPRD menindaklanjuti reses eksportir di Makassar, beberapa waktu lalu.
Selain itu, kepolisian juga diminta melakukan pencegahan terhadap banyaknya pencurian dan pemotongan tali jangkar pondasi budidaya di laut. Lalu, menuntut pemerintah mencegah praktik monopoli mobil angkutan rumput laut masuk pelabuhan, dan meminta diperbolehkannya bongkar muat perahu di samping kapal.
Koordinator aksi unjuk rasa, Sultan mengatakan, peran aktif pemerintah sangat dibutuhkan untuk menjaga stabilitas harga. "Kami hadir di sini meminta pemerintah mencarikan solusi kenaikan harga dan mengatasi banyaknya pencurian bentangan, serta pemutusan tali jangkar di laut," ucap Sultan saat menyampaikan orasinya.
Dia menjelaskan, penurunan harga rumput laut sangat berdampak pada ekonomi masyarakat Nunukan, khususnya pembudidaya rumput laut. Bagaimana tidak, harga rumput laut turun hingga Rp7 ribu per kilogram.
"Kami meminta solusi terbaik. Paling tidak, membentuk tim untuk menelusuri persoalan yang terjadi sehingga harga rumput laut anjlok. Apa permasalahan di pabrik, daya beli dunia menurun, atau ada permainan mafia?," tegasnya.
Tak lama berorasi, massa aksi diterima langsung oleh Wakil Ketua DPRD Nunukan, Saleh dan sejumlah anggota untuk dilakukan rapat. "Kita minta perwakilannya untuk bersama-sama membahas persoalan ini dalam rapat dengar pendapat. Ini kita lakukan untuk mencari solusi bersama," terang Saleh.
Rapat ini dihadiri oleh mahasiswa, Anggota DPRD Nunukan, Dinas Perikanan Nunukan, Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Perindustrian dan perdagangan (DKUMKPP) Nunukan, Lanal Nunukan, Polres Nunukan dan Asosiasi Pedagang Rumput Laut (APRL) Nunukan.
Ketua APRL Nunukan, Feri menegaskan, langkah menjaga harga rumput laut tetap stabil harus diikuti dengan menjaga kualitas rumput laut. Dalam hal ini, APRL Nunukan telah menginisiasi kerjasama.
"Kita selalu tekankan ke petani, bahwa jika mau harga lebih mahal, tentunya harus dibarengi dengan kualitas. Nah, persoalan ini sudah kita bahas di Pemkab. Karena menentukan kualitas tentu harus ada pengecekan," tegas Feri.
Bahkan, inisiasi APRL Nunukan untuk bekerjasama dengan Pemkab Nunukan, untuk memperbaiki kualitas rumput laut. "Kami sudah lakukan. Pertama, audiensi dengan Bupati meminta kerjasama agar dibuatkan regulasinya. Rumput laut yang keluar, terkontrol kadarnya. Jika tidak terkontrol kadarnya maka harga juga tidak terkontrol. Jika 37-38 kadar airnya harga akan terkontrol," jelasnya.
Lanjut Feri, bila kadar air pada rumput laut yang keluar konsisten pada kadar air 37-38, maka harga tidak akan menyentuh Rp10 ribu per kilogram. Harga sempat menyentuh Rp 7 ribu per kilogram dikarenakan kadar air 42-45.
"Jika kadarnya 37-38, yakin dan percaya harga Rp10 ribu ke bawah. Kenapa kita minta MoU Pemkab dengan APRL. Kita button up, kalau top down pemerintah buat aturan cenderung kontra dengan pedagang. Makanya kita top down kita minta kerjasama," sebutnya.
"Kemarin sudah disambut dengan baik. Kita rapat bersama Pemkab. Disepakati dibuatkan tim untuk ini. Bahkan saya bilang jika pemerintah tidak penting buatkan kami legalitas untuk kami. Persoalan tim, kami yang tangani. Kami butuh formalitas hukum. Alhamdulillah kita tinggal tunggu SK," bebernya.
Sementara itu, Kabid Perdagangan, DKUMKPP Nunukan Dior R Frames menegaskan, untuk penanganan persoalan harga rumput laut saat ini tinggal menunggu SK pembentukan tim.
"Hal ini akan kami tanggapi atau akan kami realisasikan dengan pembentukan tim tersebut dengan kajian berdasarkan beberapa hal regulasi yang ada di pemerintah pusat," katanya.
Terkait tata Niaga komunitas, baik itu komoditas unggulan daerah seperti rumput laut, kata dia, adalah kewenangan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dalam penyusunan SK, harus memperhatikan regulasi yang ada.
"Jadi, ada beberapa regulasi yang harus betul-betul kita perhatikan sebelum kita menyusun sebuah Perda ataupun aturan lainnya yang akan mendukung bapak-bapak, ibu-ibu sebagai pelaku pembudidaya," pungkasnya..