Siapa yang tak pernah mendengar peribahasa “Bagai sayur tanpa garam”. Bagi orang Indonesia, istilah tersebut mengartikan suatu kondisi yang kurang menyenangkan atau hambar. Garam memang dikenal sebagai salah satu bumbu dapur yang memiliki elemen penting dalam menentukan rasa makanan.
Garam terdiri dari ion Na+ dan Cl– yang memiliki fungsi membantu otak dan syaraf dalam menghantarkan impuls listrik. Konsumsi garam yang seimbang dalam tubuh dapat mencegah dehidrasi karena kandungan natriumnya mampu menahan cairan dalam tubuh. Akan tetapi, penggunaan garam berlebih dapat mengakibatkan hipertensi dan memicu penyakit degeneratif, seperti jantung, stroke, dan gagal ginjal.
Berawal dari kegelisahan kolega berprofesi sebagai dokter, terkait semakin tingginya angka penderita hipertensi pada pasien BPJS, mendorong Guru Besar Teknologi Hasil Perairan (THP) IPB University, Prof. Nurjanah, untuk mengembangkan garam rendah natrium berbasis rumput laut. Penelitian potensi dan optimasi garam rumput laut ini sudah dikembangkan sejak 2016 oleh Prof. Nurjanah dan dikomersilkan dengan merk “Gamy” oleh mitra PT. Akuanutrindo Sukses Makmur.
Dalam awal pemasarannya, Gamy mengalami kendala karena rendemen yang dihasilkan sedikit dan rasanya pahit. Namun di tangan dua alumni THP IPB sekaligus CEO dan CTO PT. Akuanutrindo Sukses Makmur, Anggrei Viona Seulalae dan Nopa Aris Iskandar, pengembangan Gamy dilakukan sehingga terciptalah formulasi garam rumput laut yang lebih ramah di lidah konsumen. Penambahan formulasi mineral Kalium (K) dan Natrium (Na) dalam garam rumput laut ternyata menghasilkan rasa garam yang lebih baik dan mengurangi kadar rasa pahit. Walaupun dalam formulasi baru terdapat komposisi bahan lain, namun produk yang dihasilkan masih dalam standar garam rendah natrium.
Menurut Badan Standardisasi Nasional (BSN), persyaratan garam sehat adalah memiliki kadar NaCl maksimal 60%. WHO juga menyarankan, untuk kesehatan tubuh, rasio mineral Na dan K sebaiknya mendekati nilai 1. Kandungan natrium dalam produk Gamy sendiri adalah di bawah 50%. Sedangkan, rasio Na/K merupakan istilah yang diberikan untuk mengatur nilai keseimbangan mineral Na dan K dalam tubuh. “Untuk varian Sargassum nilai rasio Na-K nya 0,5 sedangkan untuk Ulva nilainya 0,27,” jelas Lala, sapaan akrab Anggrei V. Seulalae.
Spesies rumput laut yang digunakan Gamy adalah rumput laut cokelat (Sargassum sp.) dan rumput laut hijau (Ulva sp.). “Dahulu sudah pernah diteliti dari beberapa jenis, seperti rumput laut hijau, cokelat, dan merah. Namun saat ini karakteristik yang paling bagus untuk komersil adalah Sargassum dan Ulva,” terang Lala lagi.
Kedua jenis rumput laut ini dipilih karena ketersediaannya melimpah di perairan Indonesia. Pertimbangan lain dalam pemilihan Ulva dan Sargassum sebagai bahan baku adalah untuk menambah nilai ekonomis. Selama ini pemanfaatan kedua spesies tersebut hanya diperuntukkan untuk ekspor produk rumput laut kering saja.
Proses pembuatan garam rumput laut terdiri dari beberapa tahapan. Rumput laut yang dipanen dari sumber perairan dikeringkan hingga semi basah. Bahan baku ini kemudian dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran dan dikeringkan kembali hingga memiliki kadar air kurang dari 15%. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan sinar matahari selama 5 hari atau dehidrator dengan rentang waktu 2 hari.
Rumput laut kering tersebut lalu dihancurkan dan dihaluskan menjadi tepung. Kemudian dilakukan proses ekstraksi dan penambahan pelarut akuades. Filtrat yang dihasilkan kemudian diformulasikan dengan mineral K dan Na. Proses selanjutnya adalah pengeringan di dehidrator di bawah suhu 60 °C agar menjadi kristal berbentuk bongkahan. Bongkahan kristal kemudian dihaluskan dengan blender, lalu disaring menjadi partikel garam siap konsumsi.
Fortifikasi rumput laut tidak membuat garam Gamy memiliki tekstur lebih kasar dari garam konvensional. Tekstur garam Gamy cenderung memiliki partikel lebih halus, sedangkan untuk varian Ulva khususnya, terdapat polisakarida lebih banyak. Saat proses penambahan ion natrium dan kalium akan membentuk gel dan terbentuk serat. “Jadi garam Ulva memiliki serat yang lebih tinggi jika dibandingkan varian Sargassum, dikarenakan pada saat proses ekstrak polisakarida Ulva ikut terekstrak,” ujar Nopa Aris.
Profil rasa yang dihasilkan untuk Gamy varian Sargassum lebih dominan ke rasa asin, kemudian rasa umami. Sedangkan profil rasa untuk varian Ulva adalah kebalikannya. Namun keduanya memiliki profil aroma yang sama, yaitu aroma rumput laut dan eggy (aroma sulfur). Walaupun garam memiliki sifat yang higroskopis (mudah menyerap air), namun daya tahan garam Gamy maksimal dapat mencapai dua tahun.
Target pemasaran produk Gamy adalah masyarakat yang memiliki gaya hidup sehat, karena fungsi produk ini untuk mencegah meningkatnya penderita hipertensi di Indonesia. Penjualan yang dilakukan umumnya melalui marketplace dan pemesanan online melalui Whatsapp. Satu kemasan Gamy memiliki berat 100 gram dan dibanderol dengan harga Rp 25-30 ribu. “Sejauh ini konsumen Gamy rata-rata berusia lebih dari 35 tahun dan kelas menengah ke atas,” kata Lala.
Garam Gamy diklaim memiliki kelebihan yang tidak dimiliki garam rendah natrium komersial lainnya, yaitu kandungan mineral yang lebih lengkap (Natrium, Kalium, Kalsium, Magnesium, Besi, dan Zink), serat, vitamin, dan senyawa aktif yang mendukung aktivitas antioksidan serta pencegahan hipertensi.
Gamy juga sudah diaplikasikan dalam komposisi produksi minuman instan berbasis susu, minuman serbuk kaya serat, kamaboko, crackers, dan gelato untuk menggantikan garam konvensional. Penambahan Gamy dapat meningkatkan karakteristik produk, serta memiliki kandungan mineral lebih tinggi dibandingan tanpa penambahan garam rumput laut.
Selain memiliki manfaat kesehatan, produksi Gamy juga memperhatikan aspek keberlanjutan melalu konsep zero waste. Residu yang dihasilkan dari proses ekstraksi dapat dimanfaatkan menjadi produk body scrub dan campuran pupuk organik. Riset mengenai garam rumput laut dari spesies lain juga terus dikembangkan untuk mencapai manfaat produk yang maksimal dan menambah nilai tambah rumput laut guna pencegahan kasus hipertensi di Indonesia.